Hukum Pinjol dalam Islam, Jangan Sampai Terlena!

H
Jakarta – Pinjaman Online atau Pinjol dewasa ini menjadi salah satu alternatif tercepat ketika tengah membutuhkan dana. Persyaratannya yang mudah membuat pinjol digandrungi oleh semua kalangan, bahkan digunakan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja melainkan gaya hidup yang semakin intens.

Namun, di balik segala penawaran menggiurkan pinjol, terdapat syarat-syarat yang dapat merugikan peminjam apabila tidak dicermati peraturannya dari awal. Seperti misalnya biaya bunga yang tinggi hingga biaya aplikasi.

Dalam proses penagihannya juga memiliki tenggat waktu dan bagi pinjol ilegal maka caranya adalah dengan meneror hingga mengancam. Oleh karena itu, kemudian muncul banyak korban pinjol yang gali lubang-tutup lubang dikarenakan tenggat waktu tersebut.

Lantas, bagaimana cara Islam memandang fenomena ini?

Hukum Pinjaman dalam Perniagaan Islam

Pada dasarnya, dalam Islam hubungan pinjam-meminjam tidak dilarang. Bahkan dianjurkan agar terjadi hubungan saling menguntungkan, yang pada akhirnya membuahkan hubungan persaudaraan. Hal yang perlu diperhatikan ialah apabila hubungan pinjam meminjam tersebut tidak mengikuti aturan yang diajarkan oleh syariat Islam.

Dikutip dari buku Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik yang ditulis oleh Muhammad Syafi’i Antonio, penggunaan kata pinjam-meminjam dalam perbankan syariah kurang tepat digunakan karena dua hal.

Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli, bagi hasil, sewa, dan sebagainya.

Kedua, dalam Islam, pinjam-meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersial. Artinya, apabila seseorang meminjam sesuatu, dia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya.

Hal tersebut didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan adalah riba, sedangkan para ulama sepakat bahwa riba itu haram.

Pinjol Menurut Fatwa MUI

Berbicara mengenai riba, merangkum arsip DetikHikmah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun pernah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa pinjol tidak sesuai dengan syariat Islam.

Pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar pada November 2021, menghasilkan beberapa keputusan. Salah satunya fatwa mengenai pinjaman online.

Ijtima Ulama menetapkan aktivitas pinjaman online haram dikarenakan terdapat unsur riba, memberikan ancaman, dan membuka rahasia atau aib seseorang kepada rekan orang yang berutang.

Sebenarnya bukan hanya pinjaman online saja yang dianggap haram, hukum serupa juga ditetapkan pada pinjaman offline atau secara langsung yang juga mengandung unsur riba.

Hal tersebut tentu saja berseberangan dengan ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 275, Allah SWT bahkan telah melarang umat-Nya untuk melakukan riba:

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

Pinjaman-pinjaman yang Diperbolehkan

Pada dasarnya, pinjaman online tidak sepenuhnya haram. Pernyataan tersebut tentu saja harus didasari pada proses dan praktiknya. Seperti misalnya yang paling penting, yakni tidak ada unsur riba di dalamnya.

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Abdul Muiz Ali dalam tulisannya Fenomena Pinjaman Online (Pinjol) dalam Telaah Fikih yang dilansir dari laman resmi MUI, Selasa (16/5/2023), menyebutkan bahwa pinjam uang dengan cara online hukumnya boleh.

Serah terima secara hukmiy (legal-formal/non-fisik) dianggap telah terjadi baik secara i’tibâran (adat) maupun secara hukman (syariah maupun hukum positif) dengan cara takhliyah (pelepasan hak kepemilikan di satu pihak) dan kewenangan untuk tasharruf (mengelola/memperjualbelikan/menggunakan di pihak lain), meskipun serah terima secara hissan (fisik barang) belum terjadi.(Baca: Al-Ma’ayir As-Syar’iyah An-Nasshul Kamil lil Ma’ayiri As-Syar’iyah, halaman 57).

Dalam ibarat fikih yang lain disebutkan,

والعبرة في العقود لمعانيها لا لصور الألفاظ…. وعن البيع و الشراء بواسطة التليفون والتلكس والبرقيات, كل هذه الوسائل وأمثالها معتمدة اليوم وعليها العمل.

Artinya: “Yang dipertimbangkan dalam akad-akad adalah substansinya bukan bentuk lafadznya, dan jual beli via telepon, telegram dan sejenisnya telah menjadi alternatif yang utama dan dipraktekkan”. (Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafiis, II/22)

Adapun pinjaman-pinjaman lainnya yang diperbolehkan adalah ketika seseorang yang berutang memiliki niat secepatnya untuk melunasi utang tersebut apabila telah mendapat rezeki. Dengan tidak menundanya, maka hukum pinjaman tersebut diperbolehkan.

Sementara itu, bagi peminjam yang secara ikhlas memberikan pinjamannya dan berniat untuk menolong maka pinjaman tersebut juga menjadi diperbolehkan hukumnya. Namun, secara adab dan etika setiap utang haruslah dibayar.

Demikian hukum pinjaman online atau pinjol dalam Islam. Semoga dapat memberikan informasi sehingga umat muslim dapat mengatur keadaan finansialnya dengan lebih bijak lagi.

Simak Video “Google Bakal Batasi Penggunaan Aplikasi Pinjol
[Gambas:Video 20detik]
(dvs/dvs)

source

About the author

Ade Munaa

Worked as an IT engineer in several companies and became a freelance software developer. More than 20 years of experience creating and managing sites in various software languages.

Add comment

By Ade Munaa

Komentar Terbaru

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.