Puasa Nazar Adalah Puasa Untuk Menepati Janji, Bagaimana Bacaan Niatnya?

P
Jakarta – Puasa nazar adalah salah satu puasa yang seringkali dikerjakan oleh seorang muslim setelah berhasil mendapatkan sesuatu atau terhindar dari suatu musibah. Ternyata, puasa nazar dilaksanakan untuk memenuhi janji baik kepada diri sendiri maupun kepada Allah.

Pengertian Puasa Nazar

Dikutip dari buku Dahsyatnya Puasa Wajib & Sunah yang ditulis oleh Akhyar As-Shiddiq Muhsin dan Dahlan Harnawisastra, nazar secara bahasa adalah aujaba yang berarti mewajibkan.

Oleh sebab itu, ketika seseorang bernazar untuk shaum atau puasa, berarti ia telah mewajibkan puasa tersebut atas dirinya sendiri. Adapun nazar harus diucapkan dengan lisan, tidak hanya terbersit di dalam hati.

Dapat diketahui bahwa puasa nazar adalah puasa yang dilakukan untuk memenuhi janji karena menghendaki tujuan tertentu. Artinya, jika seseorang berjanji untuk berpuasa, maka ia wajib melakukan puasa tersebut.

Lantas, bagaimana apabila seseorang tidak mengerjakan puasa nazar? Jika ternyata janjinya dilanggar maka harus membayar kafarat sebagaimana kafarat sumpah (kaffâratul yamîn). Adapun caranya dapat dengan memerdekakan budak atau hamba sahaya, bisa juga dengan memberi makan atau pakaian kepada sepuluh orang miskin.

Hukum Puasa Nazar

Mengacu pada pengertian bahwa puasa nazar adalah puasa yang diwajibkan seseorang kepada diri sendiri untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, maka para ulama sepakat bahwa hukum puasa nazar itu wajib sesuai dengan apa yang dinazarkan.

Mengutip buku 125 Masalah Puasa yang ditulis oleh Muhammad Anis Sumaji, jika ia bernazar puasa 3 hari, ia wajib puasa 3 hari dengan syarat tidak berpuasa di hari-hari yang diharamkan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Hajj ayat 29,

ثُمَّ لْيَقْضُوْا تَفَثَهُمْ وَلْيُوْفُوْا نُذُوْرَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوْا بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

Artinya: Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada di badan) mereka, menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling rumah tua (Baitullah).

Ayat tersebut menegaskan bahwa seseorang wajib melaksanakan puasa nazar sebagaimana yang telah dinazarkan oleh dirinya sendiri. Adapun terkait nazar, Rasulullah juga bersabda:

“Barangsiapa bernazar untuk menaati Allah maka hendaklah menaati-Nya. Dan barangsiapa bernazar untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka hendaklah ia tinggalkan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Maka, dapat disimpulkan bahwa apabila nazar tersebut diniatkan untuk kebaikan seperti misalnya sebagai tanda syukur atas suatu keberhasilan atau rezeki, hukumnya menjadi wajib. Sedangkan apabila nazar tersebut diniatkan untuk hal-hal yang melanggar perintah Allah, maka gugur kewajibannya.

Ketentuan Puasa Nazar

H. Herdiansyah Achmad, Lc. dalam bukunya Meraih Surga dengan Puasa, menyebutkan cara mengerjakan puasa nazar sama seperti puasa pada umumnya. Dimulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari (waktu magrib). Yang membedakan hanyalah niatnya.

Adapun waktu mengerjakan puasa nazar adalah kapan saja, tetapi dengan ketentuan tidak dilakukan pada waktu diharamkan melakukan puasa. Misalnya, pada Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, hari tasyrik, dan ketika haid serta nifas.

Bacaan Niat Puasa Nazar

Niat puasa nazar wajib terbesit dalam hati atau diucapkan secara langsung sebagai salah satu rukun puasa yang harus dipenuhi. Berikut ini adalah bacaan niat puasa nazar:

نَوَيْتُ صَوْمَ النَّذَرِ لِلّٰهِ تَعَالىَ

Arab latin: Nawaitu shaumannadzri lillâhi ta’âlâ

Artinya: “Saya berniat puasa nazar karena Allah Ta’ala.”

Hukum Nazar Bagi Orang yang Meninggal

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Insan ayat 7 terkait sifat orang-orang yang senantiasa berbuat kebaikan, salah satunya yakni dengan memenuhi janji kepada dirinya sendiri dan Tuhannya.

يُوْفُوْنَ بِالنَّذْرِ وَيَخَافُوْنَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهٗ مُسْتَطِيْرًا

Artinya: Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.

Namun, setiap kematian manusia adalah rahasia Allah. Hanya Allah yang Maha Mengetahui kapan ajal seseorang datang. Oleh karena itu, dalam Islam, apabila seseorang masih memiliki nazar maka yang wajib melaksanakannya adalah walinya.

Hal ini sebagaimana dikutip dalam buku Fikih Ibadah: Panduan Lengkap Beribadah Sesuai Sunnah Rasulullah oleh Hasan Ayyub, disebutkan bahwa para ahli hadits, Laits ibnu Sa’ad, Zuhri dan pendapat Syafi’i menyatakan bahwa boleh puasa untuk menggantikan posisi mayit secara mutlak. Hal tersebut tidak berbeda antara mengqadha puasa Ramadan, nazar, maupun kaffarah.

Pendapat tersebut didasarkan pada hadits Aisyah, dimana Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang meninggal dunia dan ia memiliki tanggungan puasa, walinya yang berpuasa untuknya.” (HR Ahmad, Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Abu Dawud).

Sementara itu, diriwayatkan dari Ibnu Abbas, beliau berkata bahwa ada seorang wanita menghadap Rasulullah SAW dan bertanya, “Ya Rasulullah, ibu saya telah meninggal dan ia belum menyempurnakan puasa nazar. Apakah saya harus berpuasa untuk menebusnya?

Rasulullah menjawab, “Jika kamu mengetahui ibumu mempunyai utang (puasa nazar) maka tebuslah. Apakah kamu mengetahuinya demikian?” la menjawab, “Ya.” Rasulullah SAW berkata, “Puasalah untuk (menebus nazar/utang) ibumu.” (HR Muslim)

Itulah penjelasan terkait puasa nazar. Mengetahui bahwa hukumnya wajib, puasa nazar adalah salah satu puasa yang apabila dikerjakan berpahala besar. Oleh sebab itu, setiap seseorang yang bernazar harus menuntaskan puasa nazarnya.

Simak Video “Curhat Rizky Nazar usai Perankan Suami yang Berpoligami
[Gambas:Video 20detik]
(dvs/dvs)

source

About the author

Ade Munaa

Worked as an IT engineer in several companies and became a freelance software developer. More than 20 years of experience creating and managing sites in various software languages.

Add comment

By Ade Munaa

Komentar Terbaru

Tidak ada komentar untuk ditampilkan.