Dalam sejarahnya, Hajar Aswad adalah batu mulia berasal dari surga yang sebelumnya berwarna lebih putih dibanding air susu, lalu berubah warna menjadi hitam karena dosa-dosa orang musyrik, sebagaimana diterangkan dalam Kitab Mu’jamul Al Buldan yang dinukil oleh Agus Arifin dalam buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah.
Hajar Aswad terletak di sudut tenggara Ka’bah yang dulunya diletakkan oleh Nabi Ibrahim AS di atas fondasi dasar Baitullah. Jemaah yang hendak melakukan tawaf akan memulai dan mengakhiri tawafnya dari posisi sejajar dengan batu ini.
Lantas, apa hukum mencium Hajar Aswad ketika memulai tawaf? Berikut penjelasannya.
Hukum Mencium Hajar Aswad ketika Memulai Tawaf
Mencium Hajar Aswad ketika memulai tawaf dan pada setiap putaran hukumnya sunnah. Artinya, apabila tidak dapat dilakukan maka tidak akan membatalkan ibadah haji atau umrah yang dikerjakan.
Dalam sumber yang sama dikatakan, apabila mencium Hajar Aswad sulit untuk dilakukan, maka cukup dengan mengusapnya menggunakan satu tangan lalu mencium tangan tersebut. Jika masih sulit, maka boleh mengusapnya dengan alat seperti tongkat lalu mencium tongkat tersebut atau cukup dengan isyarat.
Kesunnahan mencium atau menyentuh Hajar Aswad didasarkan pada riwayat hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَسْتَلِمُ الرَّحْنَ الْيَمَانِي وَالْخَجَرَ فِي كُلِّ طَوَافٍ، وَفِي سنن أبي داود: ثُمَّ يُقَبِّلُهُ
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar RA, sesungguhnya Rasulullah SAW ber-istilam (menyentuh) rukun Yamani dan Hajar Aswad setiap kali beliau tawaf.” (HR Mutaffaq ‘Alaih)
Selain itu, hukum mencium Hajar Aswad juga bersandar pada hadits yang dinukil dari Kitab Bulughul Maram karya Ibnu Hajar, diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA, ia berkata,
وَعَنْ عُمَرَ أَنَّهُ قَبْلَ الْحَجَرَ الأَسْوَدَ فَقَالَ: إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرُ لا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ لا يُقبلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
(مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: “Dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mencium Hajar Aswad sambil berkata, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah sebuah batu yang tidak membahayakan ataupun memberi manfaat. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, maka saya tidak akan menciummu.” (Muttafaq ‘Alaih)
Berdasarkan hadits tersebut, Umar bin Khattab melakukan hal demikian sebab melihat Rasulullah SAW yang mencium Hajar Aswad.
Menyentuh Hajar Aswad menggunakan mihjan (tongkat) juga pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana diterangkan dalam hadits:
وَعَنْ أَبِي الظُّفَيْلِ هِ ۖ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَطُوفُ بِالْبَيْتِ وَيَسْتَلِمُ الرُّكْنَ بِمِحْجَنٍ مَعَهُ وَيُقَتِلُ الْمِحْجَنَ. رَوَاهُ مُسْلِمُ
Artinya: “Abu Thufail radhiyallahu ‘anhu berkata, ‘Saya pernah melihat Rasulullah SAW mengelilingi Baitullah dan menyentuh Hajar Aswad menggunakan mihjan, kemudian beliau menciumnya.” (HR Muslim)
Hukum Berdesak-Desakan saat Mencium Hajar Aswad
Diterangkan dalam Kitab Fiqih Sunnah 3 karya Sayyid Sabiq, berdesak-desakan untuk mencium Hajar Aswad diperbolehkan dengan syarat tidak menyakiti orang lain.
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Ibnu Umar RA pernah ikut berdesak-desakan hingga hidungnya berdarah. Kemudian Rasulullah SAW bersabda kepada Umar:
يَا أَبَا حَفْصٍ إِنَّكَ رَجُلٌ قَوِيٌّ فَلاَ تُزَاحِمْ عَلَى الرُّكْنِ فَإِنَّكَ تُؤْذِي الضَّعِيْفَ، وَلَكِنْ إِنْ وَجَدْتَ خَلْوَةً فَاسْتَلِمْهُ وَإِلَّا فَكَبِّرْ وَامْضِ
Artinya: “Wahai Abu Hafsh, sesungguhnya kamu adalah laki-laki yang kuat, maka janganlah kamu ikut berdesak-desakan mencium Hajar Aswad karena kamu dapat menyakiti orang yang lemah. Tetapi, jika kamu mendapati kekosongan, sentuhlah, dan jika tidak, bertakbirlah dan berlalulah.”
Dengan demikian, mencium Hajar Aswad ketika memulai tawaf dan pada setiap putaran hukumnya sunnah sebagaimana dilakukan dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Simak Video “Penjelasan Pakar IDI Soal Rumor Cium Hajar Aswad Bisa Tertular HIV“
[Gambas:Video 20detik]
(kri/kri)